Riwayat Bibel Serta Kritik-Kritik yang Ditimbulkannya


RIWAYAT BIBEL SERTA KRITIK-KRITIK YANG DITIMBULKANNYA

Penyelidikan tentang riwayat Banjir menurut Perjanjian Lama dalam bagian pertama daripada artikel ini telah menyampaikan kita kepada pernyataan-pernyataan seperti berikut:

Dalam Bibel tidak hanya terdapat satu riwayat tentang Banjir, akan tetapi terdapat dua riwayat yang disusun dalam waktu yang berbeda:
- Riwayat Yahwist, dibuat pada abad IX S.M
- Riwayat para pendeta (Sakerdotal), dibuat pada abad VI S.M. Riwayat ini dinamakan "Sakerdotal" karena dibuat oleh pendeta-pendeta pada waktu itu.

Dua riwayat tersebut tidak disusun terpisah akan tetapi bercampur; unsur-unsur riwayat yang satu dicampur dengan unsur-unsur riwayat yang lain, dalam paragraf-paragraf yang sebagian berasal dari riwayat yang satu dan sebagian berasal dari riwayat yang lain. Tafsiran Terjemahan kitab Kejadian karangan R.P. de Vaux, Guru Besar pada Sekolah Bibel di Yerusalem menunjukkan pembagian daripada paragraf-paragraf antara dua sumber tersebut secara sempurna. Riwayat Banjir ini dimulai dan diakhiri dengan paragraf Yahwist. Dalam riwayat itu ada 10 paragraf Yahwist. Di antara tiap paragraf dengan lainnya, diselipkan sebuah paragraf Sakerdotal. Jadi jumlah paragraf Sakerdotal adalah sembilan. Mosaik teks tersebut tidak menunjukkan keserasian kecuali dari segi urutan riwayat, oleh karena terdapat kontradiksi-kontradiksi besar antara dua sumber tersebut.

RP. de Vaux menulis: "itu adalah dua sejarah tentang Banjir." Banjir dalam dua riwayat itu disebabkan oleh faktor-faktor yang berlainan, dan panjangnya waktu berlangsungnya, juga berlainan. Nabi Nuh dalam dua riwayat itu juga memuatkan dalam perahu beberapa binatang yang
jumlahnya juga berlainan.

Menurut pengetahuan modern, dalam keseluruhannya riwayat Banjir dalam Bibel tidak dapat diterima, karena dua sebab:
a. Perjanjian Lama melukiskan banjir itu melanda seluruh dunia.
b. Paragraf-paragraf daripada sumber-sumber Yahwist tidak menyebutkan waktu terjadinya banjir, sedangkan riwayat Sakerdotal menyebutkan suatu waktu yang menurut sejarah banjir dunia semacam itu tidak bisa terjadi.

Argumentasi yang menguatkan sikap tersebut adalah seperti berikut:

Riwayat Sakerdotal mengatakan bahwa Banjir terjadi ketika Nabi Nuh berumur 600 tahun. Kita mengetahui bahwa menurut silsilah keturunan dalam fasal 5 dari kitab Kejadian (juga menurut sumber Sakerdotal yang sudah dibicarakan dalam bagian pertama dari artikel ini). Nabi Nuh lahir 1056 tahun sesudah Nabi Adam. Dengan begitu, maka Banjir itu terjadi pada tahun 1656 sesudah Nabi Adam diciptakan. Di lain pihak, jadwal silsilah keturunan Nabi Ibrahim dalam kitab Kejadian (11, 10-32) menurut sumber yang sama memberi kesan kepada kita bahwa Ibrahim lahir 292 tahun sesudah Banjir. Kita juga mengetahui bahwa Ibrahim hidup sampai kira-kira tahun 1850 S.M. Dengan begitu maka Banjir terjadi pada abad XXI atau XXII S.M. Perhitungan ini cocok dengan pernyataan Bibel-Bibel kuno di mana kronologi nampak terjadi sebelum teks Bibel tersebut, yakni pada waktu kejadian manusia tentang Banjir menyebabkan bahwa kronologi tersebut diterima oleh para pembaca tanpa dipertimbangkan.

Bagaimana pada waktu sekarang orang dapat menggambarkan bahwa Banjir sedunia membinasakan penghidupan di atas seluruh bumi (kecuali penumpang Perahu Nabi Nuh) pada abad XXI atau XXII S.M. Pada waktu itu di beberapa tempat di dunia telah bekembang bermacam-macam peradaban yang
bekas-bekasnya kita lihat sekarang. Bagi Mesir umpamanya, waktu itu adalah zaman yang menyaksikan akhirnya Kerajaan lama dan permulaan Kerajaan Baru. Jika kita ingat sejarah waktu itu adalah sangat lucu untuk mengatakan bahwa segala peradaban telah dimusnahkan oleh Banjir.

Dengan begitu maka dan segi sejarah, kita dapat mengatakan bahwa riwayat Banjir dalam Bibel bertentangan sekali dengan pengetahuan modern. Terdapatnya dua riwayat adalah bukti-bukti yang nyata tentang manipulasi manusia terhadap Bibel.


RIWAYAT QUR-AN TENTANG BANJIR

Qur-an menyajikan versi keseluruhan yang berlainan dan tidak menimbulkan kritik dari segi sejarah.

Qur-an tidak memberikan riwayat Banjir yang kontinyu. Beberapa ayat membicarakan hukuman yang diberikan kepada umatnya Nabi Nuh- Riwayat yang paling lengkap adalah surat 11 ayat 25 s/d 49. Surat 71 yang dinamakan surat Nuh menceritakan Nuh memberi nasehat kepada umatnya, begitu juga
surat 26 ayat 105 s/d 112. Tetapi sebelum menyelidiki kejadian itu, kita perlu menempatkan Banjir yang diriwayatkan oleh Qur-an dalam hubungannya dengan hukuman-hukuman Tuhan yang dikenakan kepada kelompok-kelompok yang salah karena menyalahi perintahNya.

Jika Bibel menceritakan Banjir Dunia untuk menghukum seluruh kemanusiaan yang tidak patuh, sebaliknya Qur-an menceritakan bermacam-macam hukuman yang dikenakan kepada
kelompok-kelompok tertentu.

Surat 25 ayat 35 s/d 39:

Artinya: "Dan sesungguhnya Kami telah memberikan al Kitab (Taurat) kepada Musa, dan Kami telah menjadikan Harun saudaranya, menyertai dia sebagai pembantu. Kemudian kami berfirman kepada keduanya: "Pergilah kamu berdua kepada kaum yang mendustakan ayat kami." Lalu Kami membinasakan mereka sehancur-hancurnya. Dan (telah Kami binasakan) kaum Nuh tatkala mereka mendustakan rasul-rasul. Kami tenggelamkan mereka dan Kami jadikan (ceritera) mereka itu pelajaran bagi munusia dan Kami telah menyediakan bagi orang-orang zalim azab yang pedih. Dan (begitu pula Kami binasakan) kaum 'Ad dan Tsamud dan penduduk Rass21 dan banyak (lagi) generasi-generasi di antara kaum-kaum tersebut."

Surat 7 ayat 59 s/d 93 mengingatkan kepada hukum-hukum Tuhan yang menimpa kaum Nuh. 'Ad, Tsamud, Lut dan Madyan secara terpisah.

Dengan begitu maka Qur-an menggambarkan Banjir sebagai suatu hukuman yang khusus untuk kaumnya Nulz. Ini merupakan perbedaan pertama yang pokok antara kedua riwayat.

Perbedaan pokok kedua adalah bahwa Qur-an tidak menempatkan Banjir dalam suatu waktu dan tidak menerangkan berapa lama Banjir itu berlangsung.

Sebab-sebab Banjir adalah hampir sama dalam Bibel dan Qur-an. Riwayat Sakerdotal (Kejadian 7, 11) menyebutkan dua hal: sumber-sumber, memancarkan air banyak sekali, dan langit-langit mencurahkan lautan-lautan Qur-an menyebutkan dalam surat 54 ayat 11 dan 12 sebagai berikut:

Artinya: "Maka Kami bukakan pintu-pintu langit dengan (menurunkan) air yang tercurah. Dan Kami jadikan bumi memancarkan mata air maka bertemulah air itu untuk satu urusan yang sungguh telah ditetapkan."

Qur-an sangat jelas dalam menyebutkan isi perahu; Tuhan memberi perintah kepada Nuh dan perintah itu dilaksanakan dengan tepat dengan menempatkan dalam perahu beberapa macam binatang yang akan langsung hidup.

Surat 11 ayat 40:

Artinya: "Hingga bila perintah Kami datang dan dapur (permukaan bumi) telah memancarkan air, Kami berfirman: Muatkanlah kedalam bahtera itu dari masing-masing binatang sepasang (jantan dan betina) dan keluargamu, kecuali orang yang telah terdahulu ketetapan Kami terhadapnya dan (muatkanlah) pula orang-orang yang beriman. Dan tidak beriman bersama dengan Nuh itu kecuali sedikit."

Seorang anak Nuh yang mendapat laknat Tuhan telah dikecualikan. Dalam hal ini ayat 45 s/d 46 dari surat tersebut menceritakan bahwa permohonan Nuh kepada Allah tidak dapat merubah keputusan Tuhan. Qur-an menyebutkan bahwa di atas perahu, disamping keluarga Nuh minus anaknya, terdapat pula beberapa penumpang yang percaya kepada Tuhan. Bibel tidak menyebutkan orang-orang itu di antara para penumpang-penumpang perahu.

Menurut riwayat Sakerdotal: Nuh, keluarganya sendiri dengan tak ada kecualian, dan sepasang dari tiap-tiap jenis binatang.

Riwayat Yahwist membedakan antara binatang-binatang suci dan burung di satu pihak dan di lain pihak binatang-binatang yang tidak suci. (Daripada binataing suci, perahu itu memuat 7 dari tiap jenis, jantan dan betina, dan dan yang tidak suci hanya satu pasang).

Menurut ayat Yahwist yang sudah dirubah (Keluaran 7, 8), sepasang dari tiap-tiap jenis, baik yang suci maupun yang tidak suci.

Riwayat banjir itu sendiri dimuat dalam Qur-an surat 11 ayat 25 s/d 49, dan surat 23 ayat 23 s/d 30. Riwayat Bibel tidak menunjukkan perbedaan yang berarti.

Tempat perahu itu berhenti, menurut Bibel adalah di gunung Ararat (Kejadian 8, 4), dan menurut Qur-an tempat itu adalah Joudi (surat 11 ayat 44). Gunung Joudi ini adalah puncak tertinggi dari gunung-gunung Ararat di Armenia; tetapi tak dapat dijamin bahwa tak ada perubahan-perubahan nama untuk menyesuaikan antara kedua riwayat. R. Blachere berpendapat seperti itu. Menurut dia, banyak nama Joudi di Arabia, jadi persamaan nama mungkin buat-buatan.

Secara definitif, terdapat perbedaan antara riwayat Quran dan riwayat Bibel. Perbedaan-perbedaan itu ada yang tak dapat diselidiki secara ilmiah karena tak ada data-data
positif.

Tetapi jika kita harus menyelidiki riwayat Bibel dengan perantaraan data-data yang jelas, kita dapat menyatakan bahwa dalam meriwayatkan Banjir dalam waktu dan tempat riwayat Bibel sudah terang tidak sesuai dengan hasil-hasil penyelidikan pengetahuan modern. Sebaliknya, riwayat Qur-an bersih dari segala unsur yang menimbulkan kritik objektif.

Antara waktu riwayat Bibel dengan waktu riwayat Qur-an apakah manusia sudah memperoleh informasi yang memberi penerangan tentang kejadian Banjir itu? Jawaban atas pertanyaan itu adalah "Tidak," karena antara waktu Perjanjian Lama dan Qur-an, satu-satunya dokumentasi yang dimiliki manusia, tentang sejarah kuno adalah Bibel. Jika faktor manusia tidak dapat menerangkan perubahan dalam riwayat, yakni perubahan yang sesuai dengan pengetahuan modern, maka kita harus menerima penjelasan lain, yaitu: Faktor itu adalah wahyu yang datang kemudian sesudah wahyu
yang ditulis dalam Bibel.
Labels: BIBEL AL-QUR'AN DAN SAINS MODERN

Thanks for reading Riwayat Bibel Serta Kritik-Kritik yang Ditimbulkannya. Please share...!

Bagikan artikel ke:

Facebook Google+ Twitter

2 Comment for "Riwayat Bibel Serta Kritik-Kritik yang Ditimbulkannya"

Bagus sekali. Baru kalo ini dapat artikel super keren. Coba kalo artikel seperti ini ada di blog saya.
Www.ayokono.com

Back To Top