Oolegun™

Oolegun™

Manusia Menundukkan Angkasa


Terdapat tiga ayat dalam Qur-an yang perlu sekali kita perhatikan, yang pertama menerangkan secara tegas hal yang dapat dilakukan manusia untuk menundukkan angkasa. Dalam dua ayat lainnya Tuhan menyebutkan bahwa orang-orang kafir Mekah akan sangat terperanjat jika mereka dapat naik ke langit. Hal ini merupakan isyarat kepada suatu hipotesa yang tak akan dikerjakan oleh mereka.

Ayat pertama adalah ayat 33 daripada surat 55:

"Hai jin dan manusia jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, dan kamu tidak dapat menembusnya melainkan dengan kekuatan (sedang kamu tidak punya kekuatan)."

Terjemahan tersebut memerlukan beberapa penjelasan:

 a. Kata bahasa Perancis (si) (jika) menunjukkan kondisi yang ada hubungannya dengan kenyataan atau dengan hipotesa yang dapat dijelmakan atau hipotesa yang tak dapat dijelmakan. Bahasa Arab lebih mampu menunjukkan perbedaan kondisi tersebut. Ada kata (huruf) yang menunjukkan kejadian yaitu (idza'), ada lagi huruf yang menunjukkan hipotesa yang mungkin yaitu (in), ada pula huruf yang menunjukkan hipotesa yang tak mungkin dengan huruf (law). Jadi Qur-an menyebutkan kemungkinan material realisasi yang kongkrit. Keterangan lingustik ini menghilangkan secara tegas kemungkinan interpretasi mistik yang beberapa pengarang lebih condong untuk memberikannya, tetapi hal itu terang salah.

 b. Tuhan mengarahkan pembicaraannya kepada roh (jin) dan kepada manusia, dan tidak kepada hal-hal yang khayali.

 c. Menembus sampai ke bahagian sebaliknya, adalah terjemahan kata kerja (nafadza) yang diikuti dengan huruf (min). Menurut kamus Kasimirski berarti memasuki, melalui dan keluar dari segi lain daripada suatu benda (seperti panah yang menembus). Hal tersebut berarti memasuki dalam dan keluar dari pinggiran lain dari daerah-daerah tertentu.

 d. Kekuasaan (sulthan) yang akan dimiliki manusia untuk melaksanakan proyek ini merupakan kekuasaan yang datang dari Tuhan.


Tidak syak lagi bahwa ayat tersebut menunjukkan kemungkinan bahwa dikemudian hari manusia akan dapat melakukan apa yang biasanya sekarang kita namakan secara tidak benar "menundukkan angkasa." Kita perlu memperhatikan juga bahwa teks Qur-an tidak hanya menyebutkan penetrasi di daerah-daerah samawi, akan tetapi juga penetrasi di bumi, artinya masuk dalam-dalam ke bumi.

Dua ayat lainnya diambil dari surat 15, yakni ayat 14 dan 15. Tuhan membicarakan tentang orang-orang kafir di Mekah, seperti konteks paragraf surat tersebut menerangkan:

"Dan jika seandainya Kami membukakan kepada mereka salah satu dari (pintu-pintu) langit, lalu mereka terus menerus naik keatasnya. Tentulah mereka berkata: Sesungguhnya pandangan kamilah yang dikaburkan, bahkan kami adalah orang-orang yang kena sihir."

Ini adalah suatu keheranan terhadap suatu kejadian yang tak tersangka, berbeda dengan apa yang dapat dikhayalkan oleh manusia.

Kata-kata yang bersyarat di sini memakai huruf (law) yang menunjukkan bahwa hipotesa yang disebutkan tidak akan dilaksanakan bagi mereka yang memperhatikan paragraf ini.

Dalam hal-hal menundukkan "angkasa" kita berhadapan dengan dua teks paragraf Qur-an; yang satu menunjukkan suatu kejadian yang akan terjadi pada suatu waktu karena kekuasaan yang akan diberikan oleh Tuhan kepada otak dan ketrampilan manusia. Yang lain menunjukkan suatu kejadian yang tidak akan dialami oleh orang-orang kafir di Mekah; inilah sebabnya maka kejadian itu dilukiskan sebagai hal yang tak akan terjadi. Tetapi kejadian itu akan dialami oleh orang-orang lain, seperti yang digambarkan oleh ayat pertama. Ayat ini menggarnbarkan reaksi manusia terhadap suatu kejadian yang tak mereka harapkan tetapi yang akan diberikan kepada astronout-astronout. Reaksi itu adalah pandangan yang penuh dengan kekhawatiran serta perasaan seakan-akan diri mereka kena sihir.

Mulai tahun 1961 para astronout telah mengalami petualangan ini. Tahun 1961 adalah tahun dimana untuk pertama kali manusia dapat terbang mengelilingi bumi. Menurut laporan para astronout tersebut, jika seseorang berada diluar atmosfir bumi, langit tidak lagi nampak biru seperti yang dilihat oleh penduduk bumi, dan yang merupakan hasil fenomena cahaya matahari yang disedot oleh lapisan-lapisan atmosfir. Manusia yang berada diangkasa di luar atmosfir bumi melihat langit itu hitam dan me lihat bumi sebagai terselubung oleh lapisan warna kebiru-biruan yang disebabkan oleh sedotan atmosfir bumi terhadap cahaya matahari. Bulan yang tidak punya atmosfir nampak dengan warnanya sendiri di atas dasar langit yang hitam. Ini adalah pandangan yang sangat baru bagi manusia, pandangan angkasa yang gambar-gambarnya sudah secara umum diketahui manusia sekarang.

Di situ, jika kita menghadapkan teks Qur-an dengan Sains modern kita akan terpesona dengan ketepatan yang tak mungkin kita duga akan dibawa oleh fikiran seorang manusia yang
hidup 14 abad yang lalu.

Riwayat Bibel Serta Kritik-Kritik yang Ditimbulkannya


RIWAYAT BIBEL SERTA KRITIK-KRITIK YANG DITIMBULKANNYA

Penyelidikan tentang riwayat Banjir menurut Perjanjian Lama dalam bagian pertama daripada artikel ini telah menyampaikan kita kepada pernyataan-pernyataan seperti berikut:

Dalam Bibel tidak hanya terdapat satu riwayat tentang Banjir, akan tetapi terdapat dua riwayat yang disusun dalam waktu yang berbeda:
- Riwayat Yahwist, dibuat pada abad IX S.M
- Riwayat para pendeta (Sakerdotal), dibuat pada abad VI S.M. Riwayat ini dinamakan "Sakerdotal" karena dibuat oleh pendeta-pendeta pada waktu itu.

Dua riwayat tersebut tidak disusun terpisah akan tetapi bercampur; unsur-unsur riwayat yang satu dicampur dengan unsur-unsur riwayat yang lain, dalam paragraf-paragraf yang sebagian berasal dari riwayat yang satu dan sebagian berasal dari riwayat yang lain. Tafsiran Terjemahan kitab Kejadian karangan R.P. de Vaux, Guru Besar pada Sekolah Bibel di Yerusalem menunjukkan pembagian daripada paragraf-paragraf antara dua sumber tersebut secara sempurna. Riwayat Banjir ini dimulai dan diakhiri dengan paragraf Yahwist. Dalam riwayat itu ada 10 paragraf Yahwist. Di antara tiap paragraf dengan lainnya, diselipkan sebuah paragraf Sakerdotal. Jadi jumlah paragraf Sakerdotal adalah sembilan. Mosaik teks tersebut tidak menunjukkan keserasian kecuali dari segi urutan riwayat, oleh karena terdapat kontradiksi-kontradiksi besar antara dua sumber tersebut.

RP. de Vaux menulis: "itu adalah dua sejarah tentang Banjir." Banjir dalam dua riwayat itu disebabkan oleh faktor-faktor yang berlainan, dan panjangnya waktu berlangsungnya, juga berlainan. Nabi Nuh dalam dua riwayat itu juga memuatkan dalam perahu beberapa binatang yang
jumlahnya juga berlainan.

Menurut pengetahuan modern, dalam keseluruhannya riwayat Banjir dalam Bibel tidak dapat diterima, karena dua sebab:
a. Perjanjian Lama melukiskan banjir itu melanda seluruh dunia.
b. Paragraf-paragraf daripada sumber-sumber Yahwist tidak menyebutkan waktu terjadinya banjir, sedangkan riwayat Sakerdotal menyebutkan suatu waktu yang menurut sejarah banjir dunia semacam itu tidak bisa terjadi.

Argumentasi yang menguatkan sikap tersebut adalah seperti berikut:

Riwayat Sakerdotal mengatakan bahwa Banjir terjadi ketika Nabi Nuh berumur 600 tahun. Kita mengetahui bahwa menurut silsilah keturunan dalam fasal 5 dari kitab Kejadian (juga menurut sumber Sakerdotal yang sudah dibicarakan dalam bagian pertama dari artikel ini). Nabi Nuh lahir 1056 tahun sesudah Nabi Adam. Dengan begitu, maka Banjir itu terjadi pada tahun 1656 sesudah Nabi Adam diciptakan. Di lain pihak, jadwal silsilah keturunan Nabi Ibrahim dalam kitab Kejadian (11, 10-32) menurut sumber yang sama memberi kesan kepada kita bahwa Ibrahim lahir 292 tahun sesudah Banjir. Kita juga mengetahui bahwa Ibrahim hidup sampai kira-kira tahun 1850 S.M. Dengan begitu maka Banjir terjadi pada abad XXI atau XXII S.M. Perhitungan ini cocok dengan pernyataan Bibel-Bibel kuno di mana kronologi nampak terjadi sebelum teks Bibel tersebut, yakni pada waktu kejadian manusia tentang Banjir menyebabkan bahwa kronologi tersebut diterima oleh para pembaca tanpa dipertimbangkan.

Bagaimana pada waktu sekarang orang dapat menggambarkan bahwa Banjir sedunia membinasakan penghidupan di atas seluruh bumi (kecuali penumpang Perahu Nabi Nuh) pada abad XXI atau XXII S.M. Pada waktu itu di beberapa tempat di dunia telah bekembang bermacam-macam peradaban yang
bekas-bekasnya kita lihat sekarang. Bagi Mesir umpamanya, waktu itu adalah zaman yang menyaksikan akhirnya Kerajaan lama dan permulaan Kerajaan Baru. Jika kita ingat sejarah waktu itu adalah sangat lucu untuk mengatakan bahwa segala peradaban telah dimusnahkan oleh Banjir.

Dengan begitu maka dan segi sejarah, kita dapat mengatakan bahwa riwayat Banjir dalam Bibel bertentangan sekali dengan pengetahuan modern. Terdapatnya dua riwayat adalah bukti-bukti yang nyata tentang manipulasi manusia terhadap Bibel.


RIWAYAT QUR-AN TENTANG BANJIR

Qur-an menyajikan versi keseluruhan yang berlainan dan tidak menimbulkan kritik dari segi sejarah.

Qur-an tidak memberikan riwayat Banjir yang kontinyu. Beberapa ayat membicarakan hukuman yang diberikan kepada umatnya Nabi Nuh- Riwayat yang paling lengkap adalah surat 11 ayat 25 s/d 49. Surat 71 yang dinamakan surat Nuh menceritakan Nuh memberi nasehat kepada umatnya, begitu juga
surat 26 ayat 105 s/d 112. Tetapi sebelum menyelidiki kejadian itu, kita perlu menempatkan Banjir yang diriwayatkan oleh Qur-an dalam hubungannya dengan hukuman-hukuman Tuhan yang dikenakan kepada kelompok-kelompok yang salah karena menyalahi perintahNya.

Jika Bibel menceritakan Banjir Dunia untuk menghukum seluruh kemanusiaan yang tidak patuh, sebaliknya Qur-an menceritakan bermacam-macam hukuman yang dikenakan kepada
kelompok-kelompok tertentu.

Surat 25 ayat 35 s/d 39:

Artinya: "Dan sesungguhnya Kami telah memberikan al Kitab (Taurat) kepada Musa, dan Kami telah menjadikan Harun saudaranya, menyertai dia sebagai pembantu. Kemudian kami berfirman kepada keduanya: "Pergilah kamu berdua kepada kaum yang mendustakan ayat kami." Lalu Kami membinasakan mereka sehancur-hancurnya. Dan (telah Kami binasakan) kaum Nuh tatkala mereka mendustakan rasul-rasul. Kami tenggelamkan mereka dan Kami jadikan (ceritera) mereka itu pelajaran bagi munusia dan Kami telah menyediakan bagi orang-orang zalim azab yang pedih. Dan (begitu pula Kami binasakan) kaum 'Ad dan Tsamud dan penduduk Rass21 dan banyak (lagi) generasi-generasi di antara kaum-kaum tersebut."

Surat 7 ayat 59 s/d 93 mengingatkan kepada hukum-hukum Tuhan yang menimpa kaum Nuh. 'Ad, Tsamud, Lut dan Madyan secara terpisah.

Dengan begitu maka Qur-an menggambarkan Banjir sebagai suatu hukuman yang khusus untuk kaumnya Nulz. Ini merupakan perbedaan pertama yang pokok antara kedua riwayat.

Perbedaan pokok kedua adalah bahwa Qur-an tidak menempatkan Banjir dalam suatu waktu dan tidak menerangkan berapa lama Banjir itu berlangsung.

Sebab-sebab Banjir adalah hampir sama dalam Bibel dan Qur-an. Riwayat Sakerdotal (Kejadian 7, 11) menyebutkan dua hal: sumber-sumber, memancarkan air banyak sekali, dan langit-langit mencurahkan lautan-lautan Qur-an menyebutkan dalam surat 54 ayat 11 dan 12 sebagai berikut:

Artinya: "Maka Kami bukakan pintu-pintu langit dengan (menurunkan) air yang tercurah. Dan Kami jadikan bumi memancarkan mata air maka bertemulah air itu untuk satu urusan yang sungguh telah ditetapkan."

Qur-an sangat jelas dalam menyebutkan isi perahu; Tuhan memberi perintah kepada Nuh dan perintah itu dilaksanakan dengan tepat dengan menempatkan dalam perahu beberapa macam binatang yang akan langsung hidup.

Surat 11 ayat 40:

Artinya: "Hingga bila perintah Kami datang dan dapur (permukaan bumi) telah memancarkan air, Kami berfirman: Muatkanlah kedalam bahtera itu dari masing-masing binatang sepasang (jantan dan betina) dan keluargamu, kecuali orang yang telah terdahulu ketetapan Kami terhadapnya dan (muatkanlah) pula orang-orang yang beriman. Dan tidak beriman bersama dengan Nuh itu kecuali sedikit."

Seorang anak Nuh yang mendapat laknat Tuhan telah dikecualikan. Dalam hal ini ayat 45 s/d 46 dari surat tersebut menceritakan bahwa permohonan Nuh kepada Allah tidak dapat merubah keputusan Tuhan. Qur-an menyebutkan bahwa di atas perahu, disamping keluarga Nuh minus anaknya, terdapat pula beberapa penumpang yang percaya kepada Tuhan. Bibel tidak menyebutkan orang-orang itu di antara para penumpang-penumpang perahu.

Menurut riwayat Sakerdotal: Nuh, keluarganya sendiri dengan tak ada kecualian, dan sepasang dari tiap-tiap jenis binatang.

Riwayat Yahwist membedakan antara binatang-binatang suci dan burung di satu pihak dan di lain pihak binatang-binatang yang tidak suci. (Daripada binataing suci, perahu itu memuat 7 dari tiap jenis, jantan dan betina, dan dan yang tidak suci hanya satu pasang).

Menurut ayat Yahwist yang sudah dirubah (Keluaran 7, 8), sepasang dari tiap-tiap jenis, baik yang suci maupun yang tidak suci.

Riwayat banjir itu sendiri dimuat dalam Qur-an surat 11 ayat 25 s/d 49, dan surat 23 ayat 23 s/d 30. Riwayat Bibel tidak menunjukkan perbedaan yang berarti.

Tempat perahu itu berhenti, menurut Bibel adalah di gunung Ararat (Kejadian 8, 4), dan menurut Qur-an tempat itu adalah Joudi (surat 11 ayat 44). Gunung Joudi ini adalah puncak tertinggi dari gunung-gunung Ararat di Armenia; tetapi tak dapat dijamin bahwa tak ada perubahan-perubahan nama untuk menyesuaikan antara kedua riwayat. R. Blachere berpendapat seperti itu. Menurut dia, banyak nama Joudi di Arabia, jadi persamaan nama mungkin buat-buatan.

Secara definitif, terdapat perbedaan antara riwayat Quran dan riwayat Bibel. Perbedaan-perbedaan itu ada yang tak dapat diselidiki secara ilmiah karena tak ada data-data
positif.

Tetapi jika kita harus menyelidiki riwayat Bibel dengan perantaraan data-data yang jelas, kita dapat menyatakan bahwa dalam meriwayatkan Banjir dalam waktu dan tempat riwayat Bibel sudah terang tidak sesuai dengan hasil-hasil penyelidikan pengetahuan modern. Sebaliknya, riwayat Qur-an bersih dari segala unsur yang menimbulkan kritik objektif.

Antara waktu riwayat Bibel dengan waktu riwayat Qur-an apakah manusia sudah memperoleh informasi yang memberi penerangan tentang kejadian Banjir itu? Jawaban atas pertanyaan itu adalah "Tidak," karena antara waktu Perjanjian Lama dan Qur-an, satu-satunya dokumentasi yang dimiliki manusia, tentang sejarah kuno adalah Bibel. Jika faktor manusia tidak dapat menerangkan perubahan dalam riwayat, yakni perubahan yang sesuai dengan pengetahuan modern, maka kita harus menerima penjelasan lain, yaitu: Faktor itu adalah wahyu yang datang kemudian sesudah wahyu
yang ditulis dalam Bibel.

Penciptaan Langit dan Bumi Dalam Qur'an


Dalam dua paragraf daripada Qur-an yang baru saja kita sebutkan, terdapat ayat mengenai penciptaan langit-langit dan bumi (surat 7 ayat 54), dan di lain tempat disebutkan penciptaan bumi dan langit-langit (surat 41 ayat 9 s/d 12), nampak bahwa Qur-an tidak menunjukkan urut-urutan dalampenciptaan langit-langit dan bumi.

Terdapat beberapa ayat yang menyebutkan penciptaan bumi lebih dahulu seperti dalam surat 2 ayat 29, dan dalam surat 20 ayat 4. Akan tetapi terdapat lebih. banyak ayat-ayat di mana langit-langit disebutkan sebelum bumi (surat 7 ayat 54, surat 10 ayat 3, surat 11 ayat 7, surat 25 ayat 59, surat 32 ayat 4, surat 50 ayat 38, surat 57 ayat 4, surat 79 ayat 27, dan surat 91 ayat 5 s.d. 10).

Jika kita tinggalkan surat 79, tak ada suatu paragraf dalam Qur-an yang menunjukkan urutan penciptaan secara formal. Yang terdapat hanya huruf "wa" yang artinya "dan" serta fungsinya menghubungkan dua kalimat. Terdapat juga kata "tsumma" yang sudah kita bicarakan di atas dan yang dapat menunjukkan, sekedar sesuatu di samping sesuatu lainnya, atau urutan.

Pada hemat saya, hanya terdapat satu paragraf dalam Quran, di mana disebutkan urutan antara kejadian-kejadian penciptaan secara jelas, yaitu ayat 27 s.d. ayat 33 surat 79

Artinya: "Apakah kamu yang lebih sulit penciptaannya ataukah langit? Allah telah membinanya Dia meninggikan bangunannya lalu menyempurnakannya. Dan Dia menjadikan malamnya gelap gulita dan menjadikan siangnya terang benderang, dan bumi sesudah itu dihamparkannya. Ia memancarkan daripadanya mata airnya dan menumbuhkan tumbuh-tumbuhannya, dan gunung-gunung dipancangkannya dengan teguh Semua itu untuk kesenanganmu dan untuk binatang-binatang ternakmu."

Perincian nikmat-nikmat Dunia yang Allah berikan kepada manusia, yang diterangkan dalam bahasa yang cocok bagi petani atau orang-orang pengembara (nomad) di Jazirah Arabia, didahului dengan ajakan untuk memikirkan tentang penciptaan alam. Akan tetapi pembicaraan tentang tahap Tuhan menggelar bumi dan menjadikannya cocok untuk tanaman, dilakukan pada waktu pergantian antara siang dan malam telah terlaksana. Terang bahwa di sini ada dua hal yang dibicarakan: kelompok kejadian-kejadian samawi dan kelompok kejadian-kejadian di bumi yang diterangkan dengan waktu. Menyebutkan hal-hal tersebut mengandung arti bahwa bumi harus sudah ada sebelum digelar dan bahwa bumi itu sudah ada ketika Tuhan membentuk langit. Dapat kita simpulkan bahwa evolusi langit dan bumi terjadi pada waktu yang sama, dengan kait mengkait antara fenomena-fenomena. Oleh karena itu tak perlu memberi arti khusus mengenai disebutkannya bumi sebelum langit atau langit sebelum bumi dalam penciptaan alam. Tempat kata-kata tidak menunjukkan urutan penciptaan, jika memang tak ada penentuan dalam hal ini pada ayat-ayat lain.

Perbedaan dan Persamaan dengan Riwayat Dalam Bibel


Berbeda dengan Perjanjian Lama, Qur-an tidak menyajikan suatu riwayat yang menyeluruh tentang penciptaan. Sebagai ganti suatu riwayat yang sambung menyambung, kita dapatkan di beberapa tempat dalam Qur-an ayat-ayat yang menunjukkan aspek-aspek tertentu daripada penciptaan dan memberi sedikit banyak perincian mengenai kejadian-kejadian yang menunjukkannya secara berturut-turut. Untuk mempunyai gambaran yang jelas tentang bagaimana kejadian-kejadian itu disajikan, kita harus mengumpulkan bagian-bagian yang terpisah-pisah dalam beberapa surat.

Menyebutkan sesuatu kejadian dalam beberapa tempat dalam Qur-an tidak hanya khusus mengenai penciptaan. Banyak soal-soal penting juga dilakukan semacam itu, baik mengenai kejadian-kejadian di bumi atau di langit atau mengenai soal-soal tentang manusia yang sangat penting bagi ahli Sains. Bagi tiap-tiap kejadian tersebut, telah diadakan suatu pengumpulan ayat-ayat.

Bagi banyak pengarang Eropa, riwayat Qur-an tentang penciptaan sangat mirip dengan riwayat Bibel, dan mereka senang untuk menunjukkan dua riwayat tersebut secara paralel. Saya merasa bahwa ide semacam itu salah, karena terdapat perbedaan-perbedaan yang nyata antara dua riwayat. Dalam soal-soal yang penting dari segi ilmiah, kita dapatkan dalam Qur-an keterangan-keterangan yang tak dapat kita jumpai dalam Bibel. Dan Bibel memuat perkembangan-perkembangan yang tak ada bandingannya dalam Qur-an.

Persamaan yang semu antara dua teks sangat terkenal; di antaranya angka-angka yang berurut tentang penciptaan, pada permulaannya nampak identik; enam hari dalam Qur-an sama dengan enam hari dalam Bibel. Tetapi pada hakekatnya, persoalannya adalah lebih kompleks dan perlu diselidiki.
Enam Perioda Penciptaan Langit dan Bumi

ENAM PERIODE DARIPADA PENCIPTAAN

Riwayat Bibel menyebutkan secara tegas bahwa penciptaan alam itu terjadi selama enam hari dan diakhiri dengan hari istirahat, yaitu hari Sabtu, seperti hari-hari dalam satu minggu. Kita telah mengetahui bahwa cara meriwayatkan seperti ini telah dilakukan oleh para pendeta pada abad keenam sebelum Masehi, dan dimaksudkan untuk menganjurkan mempraktekkan istirahat hari Sabtu; tiap orang Yahudi harus istirahat pada hari Sabtu sebagaimana yang dilakukan oleh Tuhan setelah bekerja selama enam hari.

Jika kita mengikuti faham Bibel, kata "hari" berarti masa antara dua terbitnya matahari berturut-turut atau dua terbenamnya matahan berturut-turut. Hari yang difahami secara ini ada hubungannya dengan peredaran Bumi sekitar dirinya sendiri. Sudah terang bahwa menurut logika orang tidak dapat memakai kata "hari" dalam arti tersebut di atas pada waktu mekanisme yang menyebabkan munculnya hari, yakni adanya Bumi serta beredarnya sekitar matahari, belum terciptakan pada tahap-tahap pertama daripada Penciptaan menurut riwayat Bibel; ketidak mungkinan hal ini telah kita
bicarakan dalam bagian pertama daripada buku ini.

Jika kita menyelidiki kebanyakan terjemahan Qur-an, kita dapatkan, seperti yang dikatakan oleh Bibel, bahwa bagi wahyu Islam, proses penciptaan berlangsung dalam waktu enam hari. Kita tidak dapat menyalahkan penterjemah-penterjemah Qur-an karena mereka memberi arti "hari" dengan arti yang sangat lumrah.

Kita dapatkan terjemahan Surat 7 (A'raf) ayat 54:

[Tulisan Arab]

Artinya: "Tuhanmu adalah Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam hari."

Sedikit jumlah terjemahan atau tafsir Qur-an yang mengingatkan bahwa kata "hari" harus difahami sebagai "periode."

Ada orang yang mengatakan leahwa teks Qur-an tentang penciptaan alam membagi tahap-tahap penciptaan itu dalam "hari-hari" dengan sengaja dengan maksud agar semua orang menerima hal-hal yang dipercayai oleh orang-orang Yahudi dan orang-orang Kristen pada permulaan lahirnya Islam dan agar soal penciptaan tersebut tidak bentrok dengan keyakinan yang sangat tersiar luas.

Dengan tidak menolak cara interpretasi seperti tersebut, apakah kita tidak dapat menyelidiki lebih dekat dan meneliti arti yang mungkin diberikan oleh Qur-an sendiri dan oleh bahasa-bahasa pada waktu tersiarnya Qur-an, yaitu kata yaum (jamaknya ayyam).

Arti yang paling terpakai daripada "yaum" adalah "hari," tetapi kita harus bersikap lebih teliti. Yang dimaksudkan adalah terangnya waktu siang dan bukan waktu antara terbenamnya matahari sampai terbenamnya lagi. Kata jamak "ayyam" dapat berarti beberapa hari akan tetapi juga dapat berarti waktu yang tak terbatas, tetapi lama. Arti kata "ayyam" sebagai periode juga tersebut di tempat lain dalam Qur-an, surat 32 (Sajdah) ayat 5:

"Dalam suatu hari yang panjangnya seribu tahun dari perhitungan kamu."

Dalam ayat lain, surat 70 (Al-Ma'arij) ayat 4, kita dapatkan:

"Dalam suatu hari yang panjangnya lima puluh ribu tahun."


Bahwa kata "'yaum" dapat berarti "periode" yang sangat berbeda dengan "hari" telah menarik perhatian ahli-ahli tafsir kuno yang tentu saja tidak mempunyai pengetahuan tentang tahap-tahap terjadinya alam seperti yang kita miliki sekarang.

Maka Abussu'ud, ahli tafsir abad XVI M. tidak dapat menggambarkan hari yang ditetapkan oleh astronomi dalam hubungannya dengan berputarnya bumi dan mengatakan bahwa untuk penciptaan alam diperlukan suatu pembagian waktu, bukan dalam "hari" yang biasa kita fahami, akan tetapi dalam "peristiwa-peristiwa" atau dalam bahasa Arabnya "naubat".

Ahli-ahli Tafsir modern mempergunakan lagi interpretasi tersebut. Yusuf Ali (1934) dalam tafsirnya (bahasa Inggris), selalu mengartikan "hari" dalam ayat-ayat tentang tahap-tahap penciptaan alam, sebagai periode yang panjang, atau "age".

Kita dapat mengakui bahwa untuk tahap-tahap penciptaan alam, Qur-an menunjukkan jarak waktu yang sangat panjang yang jumlahnya enam. Sains modern tidak memungkinkan manusia untuk mengatakan bahwa proses kompleks yang berakhir dengan terciptanya alam dapat dihitung "enam." Tetapi Sains modern sudah menunjukkan secara formal bahwa persoalannya adalah beberapa periode yang sangat panjang, sehingga arti "hari" sebagai yang kita fahami sangat tidak sesuai.

Suatu paragraf yang sangat panjang dan membicarakan penciptaan alam merangkaikan riwayat tentang kejadian-kejadian di bumi dengan kejadian-kejadian di langit; yaitu surat 41 (Fussilat) ayat 9 sampai 12 sebagai berikut:

[Tulisan Arab]

Artinya: "Katakanlah Hai Muhammad, sesungguhnya patutkah kamu tidak percaya kepada zat yang menciptakan bumi dalam dua periode, dan kamu adakan sekutu-sekutu bagiNya. Ia adalah Tuhan semesta alam. Dan Ia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh di atasnya. Dia memberkahinya dan Dia menentukan padanya kadar makanan-makanan (penghuni)-nya dalam empat masa yang sama (cukup) sesuai bagi segala yang memerlukannya.

Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit, dan dia (langit itu masih merupakan) asap lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi 'Datanglah kamu keduanya menurut perintahKu dengan suka hati atau terpaksa.' Keduanya menjawab: 'Kamidatang-dengan suka hati.'

Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa dan Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. Dan Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui."

Empat ayat dari Surat 41 tersebut menunjukkan beberapa aspek; bentuk gas yakni bentuk pertama daripada bahan samawi serta pembatasan secara simbolis bilangan langit sampai tujuh. Kita akan melihat nanti apa arti angka tersebut. Percakapan antara Tuhan di satu pihak dan langit dan bumi di pihak lain adalah simbolis; maksudnya adalah untuk menunjukkan bahwa setelah diciptakan Tuhan, langit-langit dan bumi menyerah kepada perintah-perintah Tuhan.

Ada orang-orang yang mengatakan bahwa paragraf tersebut bertentangan dengan ayat yang mengatakan bahwa penciptaan itu melalui enam periode. Dengan menjumlahkan dua periode yang merupakan penciptaan bumi dan empat periode untuk pembagian makanan bagi penduduknya dan dua periode untuk penciptaan langit, kita akan mendapatkan delapan periode, dan hal ini merupakan kontradiksi dengan enam periode tersebut di atas.

Sesungguhnya teks yang dimaksudkan untuk mengajak orang berfikir tentang kekuasaan Tuhan dengan memulai memikirkan bumi sehingga nanti dapat memikirkan langit, teks tersebut merupakan dua bagian yang dipisahkan dengan kata: "tsumma" yang berarti: di samping itu (selain daripada itu). Tetapi kata tersebut juga berarti: kemudian daripada itu. Maka kata tersebut dapat mengandung arti urut-urutan. Yakni urutan kejadian atau urutan dalam pemikiran manusia tentang kejadian yang dihadapi. Tetapi juga mungkin hanya berarti menyebutkan beberapa kejadian-kejadian tetapi tidak memerlukan arti: urut-urutan. Bagaimanapun juga, periode penciptaan langit dapat terjadi bersama dengan dua periode penciptaan bumi. Sebentar lagi kita akan membicarakan bagaimana Qur-an menyebutkan proses elementer penciptaan alam dan bagaimana hal tersebut dapat terjadi pada waktu yang sama untuk langit dan bumi sesuai dengan konsep modern. Dengan begitu kita akan mengerti benar kebolehan menggambarkan simultanitas kejadian-kejadian yang disebutkan dalam fasal ini.

Jadi tak ada pertentangan antara paragraf yang kita bicarakan dengan konsep yang terdapat dalam teks-teks yang lain yang ada dalam Qur-an, yakni teks yang mengatakan bahwa penciptaan alam itu terjadi dalam enam periode.

Banjir Nabi Nuh Menurut Bibel


Fasal 6, 7 dan 8 daripada Kitab Kejadian dipergunakan untuk meriwayatkan banjir untuk lebih tepat, saya katakan bahwa ada dua riwayat yang tidak ditulis satu di samping lainnya, akan tetapi terpisah dengan kalimat-kalimat yang memberi kesan seperti adanya kesinambungan antara berbagai-bagai dongeng. Akan tetapi sesungguhnya dalam tiga fasal tersebut terdapat kontradiksi yang menyolok. Kontradiksi tersebut dapat diterangkan dengan adanya dua sumber yang berlainan, yaitu sumber Yahwist dan sumber Sakerdotal.

Kita telah melihat sebelum ini bahwa dua sumber tersebut membentuk suatu campuran yang pincang. Tiap teks asli dipotong-potong dalam paragraf-paragraf dan kalimat-kalimat, dengan unsur daripada satu sumber berseling dengan unsur-unsur dari sumber yang lain, sehingga dalam teks Perancis, orang melompat dari satu sumber ke sumber yang lain tujuh belas kali, sepanjang hanya seratus baris.

Secara keseluruhan, hikayat banjir adalah sebagai berikut:

Karena maksiat manusia sudah sangat umum, Tuhan memutuskan untuk memusnahkan manusia dan makhluk-makhluk hidup lainnya, Tuhan memberi tahu Nabi Nuh dan memerintahnya untuk membikin perahu, serta membawa muatan yang terdiri dari isterinya, tiga orang anaknya dengan isteri-isteri mereka, serta beberapa makhluk hidup lain. Mengenai makhluk-makhluk hidup ini, dua sumber berbeda. Satu riwayat yang berasal dari sumber Sakerdotal mengatakan Nuh membawa satu pasang dari tiap jenis. Kemudian dalam kata-kata berikutnya (berasal dan sumber Yahwist) dikatakan bahwa Tuhan memerintahkan mengambil 7 dari tiap-tiap jenis jantan dan betina dari jenis yang suci, dan hanya satu pasang dari jenis yang tidak suci.


Akan tetapi lebih lanjut lagi, dikatakan bahwa Nuh hanya membawa dalam perahu itu satu pasang daripada tiap jenis. Ahli-ahli Perjanjian Lama seperti R.P. de Vaux mengatakan bahwa teks semacam itu merupakan teks Yahwist yang sudah dirubah.

Satu paragraf (dari sumber Yahwist) mengatakan bahwa sebab banjir adalah air hujan, sedang paragraf lain (dari sumber Sakerdotal) mengatakan bahwa sebab banjir adalah dua yaitu air hujan dan sumber-sumber dari tanah.

Seluruh bumi telah tenggelam sampai diatas puncak gunung. Segala kehidupan musnah. Setelah satu tahun, Nabi Nuh keluar dari perahunya yang telah berada diatas puncak gunung Ararat setelah air bah menurun.

Di sini kita harus menambahkan bahwa lamanya banjir itu berbeda menurut sumbernya. Sumber Yahwist mengatakan 40 hari sedang sumber Sakerdotal mengatakan 50 hari.

Sumber Yahwist tidak memastikan pada umur berapa banjir itu dialami oleh Nabi Nuh, tetapi sumber Sakerdotal mengatakan bahwa banjir itu terjadi waktu Nabi Nuh berumur 600 tahun.

Sumber Sakerdotal juga memberi penjelasan tentang tahun terjadinya banjir yaitu dengan tabel silsilahnya, baik dari segi Nabi Adam maupun dari segi Nabi Ibrahim. Oleh karena menurut perhitungan yang dilakukan atas dasar Kitab Kejadian, Nabi Nuh dilahirkan 1056 tahun sesudah Nabi Adam (silahkan lihat tabel nenek moyang dari Ibrahim) maka banjir telah terjadi 1656 tahun sesudah lahirnya Nabi Adam. Akan tetapi dilihat dari segi Nabi Ibrahim, Kitab Kejadian menempatkan terjadinya banjir pada 292 tahun sebelum lahirnya Nabi Ibrahim tersebut.


Menurut Kitab Kejadian, banjir mengenai seluruh jenis manusia dengan seluruh makhluk hidup yang diciptakan oleh Tuhan telah mati di atas bumi. Kemanusiaan telah dibangun kembali, dimulai dengan tiga orang putra Nuh dan isteri-isteri mereka, sedemikian rupa bahwa tiga abad kemudian lahirlah Nabi Ibrahim, dan Nabi Ibrahim mendapatkan jenis manusia sudah pulih kembali dalam kelompok-kelompok bangsa. Bagaimana dalam waktu yang singkat, jenis manusia dapat pulih kembali? Soal ini
telah menghilangkan kepercayaan kepada riwayat banjir tersebut.

Di samping itu, bukti-bukti sejarah menunjukkan ketidakserasian riwayat tersebut dengan ilmu pengetahuan modern. Sekarang ini ahli sejarah menempatkan Nabi Ibrahim pada tahun 1800-1850 SM. Jika banjir telah terjadi 3 abad sebelum Nabi Ibrahim seperti yang diterangkan oleh Kitab Kejadian dalam silsilah keturunan para Nabi, ini berarti bahwa banjir telah terjadi pada abad XXI atau XXII SM. Pada waktu itu, menurut ilmu sejarah modern, di beberapa tempat di dunia ini sudah bermunculan bermacam-inacam peradaban yang bekas-bekasnya telah sampai kepada kita. Waktu itu, bagi Mesir merupakan periode sebelum Kerajaan Pertengahan (tahun 2100 SM), kira-kira zaman peralihan pertama sebelum Dinasti ke- sebelas. Waktu itu, adalah periode dinasti ketiga di kota Ur atau Babylon. Kita tahu dengan pasti bahwa tak ada keterputusan dalam kebudayaan, jadi tak ada pemusnahan jenis manusia seperti dikehendaki oleh Bibel.


Oleh karena itu maka kita tak dapat memandang tiga riwayat Bibel sebagai menggambarkan kejadian-kejadian yang sesuai dengan kebenaran. Jika kita ingin bersikap obyektif kita harus mengakui bahwa teks-teks yang kita hadapi tidak merupakan pernyataan kebenaran. Mungkinkah Tuhan memberikan sebagai wahyu kecuali hal-hal yang benar? Kita tak dapat menggambarkan Tuhan yang memberi pelajaran kepada manusia dengan perantaraan khayal dan khayal yang kontradiksi. Dengan begitu maka kita terpaksa membentuk hipotesa bahwa Bibel adalah tradisi yang secara lisan diwariskan dari suatu generasi kepada generasi yang lain, atau hipotesa bahwa Bibel adalah suatu teks dari tradisi-tradisi yang sudah tetap. Jika seseorang mengatakan bahwa suatu karya seperti Kitab
Kejadian telah dirubah-rubah sedikitnya dua kali selama tiga abad, maka tidak mengherankan jika kita mendapatkan didalamnya kekeliruan-kekeliruan atau riwayat yang tidak sesuai dengan hal-hal yang telah diungkapkan oleh kemajuan pengetahuan manusia, yaitu kemajuan yang jika tidak memberi ilmu tentang segala sesuatu, sedikitnya kemajuan yang memungkinkan seseorang mendapat pengetahuan yang cukup untuk menilai keserasian dengan riwayat-riwayat kuno. Tidak ada yang lebih logis daripada berpegangan bahwa interpretasi kesalahan teks-teks Bibel itu hanya menyangkut manusia.

Sangat disayangkan, bahwa interpretasi semacam ini tidak diakui oleh kebanyakan ahli tafsir Bibel, baik orang Yahudi maupun orang Kristen. Tetapi walaupun begitu argumentasi mereka perlu kita perhatikan.

Tahun Penciptaan Alam dan Manusia Menurut Bibel


 
Setelah di artikel sebelumnya saya sudah membahas mengenai Penciptaan Alam Menurut Bibel, kali ini saya akan membahas lebih jauh mengenai Tahun Penciptaan Alam dan Manusia Menurut Bibel, silakan disimak.
Menurut bahan-bahan yang terdapat dalam Perjanjian Lama, kalender Yahudi menempatkan tahun-tahun itu secara pasti. Pertengahan kedua daripada tahun 1975, sama dengan permulaan tahun yang ke 5736 daripada penciptaan alam. Manusia yang diciptakan Tuhan beberapa hari sesudah terciptanya alam, mempunyai usia yang sama, menurut kalender Yahudi.

Tentu saja tahun tersebut perlu dikoreksi, karena tahun Yahudi dihitung menurut gerak bulan sedangkan kalender Barat didasarkan atas tahun matahari, akan tetapi koreksi sebanyak 3% agar menjadi tepat, tidak ada artinya. Untuk tidak meruwetkan perhitungan, lebih baik tidak melakukan koreksi itu. Yang penting di sini adalah soal kebenaran, maka tidak penting jika masa berjuta tahun itu berselisih 30 tahun untuk lebih dekat kepada kebenaran, marilah kita katakan bahwa menurut perhitungan Yahudi, terciptanya alam terjadi pada abad XXXVII SM.

Apakah yang diajukan kepada kita oleh Sains modern? Sukarlah kiranya untuk menjawab pertanyaan yang mengenai terbentuknya alam; yang dapat kita katakan adalah waktu terbentuknya sistem matahari (solair), karena ini dapat kita kira-kirakan dengan cara yang memuaskan. Orang memperkirakan bahwa antara waktu terciptanya alam dan waktu sekarang, kirakira 4.5 milliard tahun. Dengan begitu dapat kita ukur perbedaan antara kebenaran yang sudah ditetapkan oleh ilmu
pengetahuan (dan yang akan kita bicarakan secara panjang dalam bagian ketiga dari artikel ini) dan hal-hal yang dibicarakan oleh Perjanjian Lama. Hal-hal terakhir ini adalah hasil dari penyelidikan yang teliti terhadap teks Bibel. Kitab Kejadian memberi keterangan yang persis mengenai perbedaan waktu antara Adam dan Ibrahim. Daftar tahun antara Nabi Ibrahim dan Nabi Isa tidak lengkap dan perlu dilengkapi dengan sumber-sumber lain.

A. Dari Adam sampai Ibrahim

Kitab Kejadian dalam fasal 4, 5, 11, 21, dan 25 memberi silsilah nenek moyang Ibrahim sampai Nabi Adam dalam garis lurus, secara sangat teliti. Dengan menyebutkan umur masing-masing, umur bapak ketika anaknya lahir, daftar itu memudahkan kita untuk menemukan tahun kelahiran dan kematian tiap-tiap orang tua, sampai kepada Adam, seperti tertera dalam daftar di bawah ini.

SILSILAH NABI ADAM

No. Nama Tahun kelahiran sesudah terciptanya Adam Lama hidup Tahun kematian sesudah terciptanya Adam

 1. Adam 000 930 930
 2. Seth 130 912 1042
 3. Enokh 235 905 1140
 4. Kenan 325 910 1235
 5. Mahaleel 395 895 1290
 6. Jered 460 962 1422
 7. Henoe 622 365 987
 8. Meluschelach 687 969 1656
 9. Lemek 876 777 1653
10. Noch 1056 950 2006
11. Sem 1556 600 2156
12. Arpasehad 1658 438 2096
13. Sehelach 1693 433 2126
14. Heber 1723 464 2187
15. Peleg 1757 239 1996
16. Rehu 1787 239 2026
17. Serug 1819 230 2049
18. Nakhar 1849 148 1997
19. Terah 1878 205 2083
20. Ibrahim 1948 175 2123

Daftar ini disusun menurut keterangan yang berasal dari teks Sakerdotal daripada Kitab Kejadian. Teks tersebut adalah satu-satunya teks yang memberi kepastian. Kita dapat mengambil kesimpulan dari teks tersebut bahwa Nabi Ibrahim, menurut Bibel, dilahirkan pada tahun 1948 sesudah Nabi Adam.

B. Dari Nabi Ibrahim Sampai Nabi Isa

Untuk periode tersebut, Bibel tidak memberi keterangan angka-angka yang dapat menyampaikan kita kepada evaluasi tepat sebagaimana kita mendapat keterangan mengenai nenek moyang Nabi Ibrahim dari Kitab Kejadian. Untuk mengukur waktu yang memisahkan antara Nabi Ibrahim dan Nabi Isa, kita harus mencari bantuan dan sumber lain.

Pada waktu ini orang menempatkan Nabi Ibrahim kurang lebih 18 abad S.M. Hal ini jika digabungkan dengan keterangan Kitab Kejadian mengenai perbedaan waktu antara Nabi Ibrahim dan Nabi Adam, akan memberi hasil bahwa Adam hidup 38 abad sebelum Nabi Isa. Perhitungan ini sudah terang salah. Kesalahannya disebabkan oleh perhitungan Bibel mengenai waktu antara Adam dan Ibrahim, yaitu perhitungan yang dijadikan dasar untuk membikin kalender Yahudi. Pada waktu ini kita dapat membantah mereka yang mempertahankan kebenaran Bibel dengan menunjukkan kepincangan antara ilmu pengetahuan modern dengan perkiraan khayalan yang dilakukan oleh pendeta-pendeta Yahudi abad VI S.M.; selama berabad-abad perkiraan pendeta tersebut selalu menjadi dasar hubungan antara zaman sejarah kuno dengan Nabi Isa.

Bibel yang diterbitkan sebelum zaman modern menyajikan kronologi kejadian-kejadian yang terjadi semenjak penciptaan alam sampai waktu Bibel tersebut dicetak. Kronologi tersebut biasanya dimuat dalam suatu kata pengantar yang mengandung angka-angka yang sedikit berlain-lainan menurut waktu pencetakan Bibel tersebut. Sebagai contoh, Vulgate Clement (tahun 1621) menempatkan Ibrahim pada waktu yang lebih kuno dan menempatkan penciptaan alam pada abad XL SM. Bibel Walton yang dicetak pada abad XVII menyajikan kepada pembacanya, suatu tabel yang mirip dengan tabel nenek moyang Nabi Ibrahim, sebagai tambahan kepada teks dalam beberapa bahasa; pada umumnya perkiraannya sesuai dengan angka-angka yang tersebut dalam tabel yang kita muat.

Pada zaman modern, orang tidak lagi dapat mempertahankan kronologi khayalan yang bertentangan dengan ilmu pengetahuan modern yang telah dapat membuktikan bahwa penciptaan alam telah terjadi pada waktu yang sangat jauh lebih dahulu. Tetapi orang merasa puas hanya dengan menghilangkan kata pengantar dan tabel, dan tidak berani mengatakan kepada para pembaca tentang kelemahan teks Bibel yang dijadikan dasar untuk membuat tabel, sehingga teks Bibel tak dapat dianggap mengatakan kebenaran. Orang lebih suka memasang tabir, dan mencari cara untuk berdebat secara halus agar teks Bibel tersebut dapat diterima tanpa dikurangi.

Karena inilah maka silsilah keturunan (genealogi) teks Sakerdotal sampai sekarang masih dihormati orang, meskipun orang pada abad XX ini tak dapat lagi menerima dasar-dasar khayalan.

Mengenai tahun munculnya manusia di atas bumi, hasil pengetahuan modern baru dapat memberi penjelasan sampai batas tertentu. Kita dapat merasa yakin bahwa manusia telah ada di atas bumi ini, dengan kekuatan berfikirnya dan kekuatan bertindaknya, dua kekuatan yang membedakannya daripada binatang-binatang yang bentuknya hampir serupa manusia, yaitu dalam waktu yang lebih mutakhir pada periode yang dapat diperkirakan, tetapi tidak dengan kepastian yang mutlak.

Orang sudah dapat mengatakan sekarang bahwa bekas-bekas manusia yang berfikir dan bertindak telah ditemukan, dan umur bekas-bekas itu dapat diukur dengan jarak puluhan ribu tahun.

Penetapan perkiraan waktu ini ada hubungannya dengan type manusia prasejarah yang telah diungkapkan sebagai yang paling baru, seperti manusia neo-Anthropien (cromagnon). Memang ada bekas-bekas lain tentang manusia telah diungkapkan di beberapa tempat, yaitu mengenai manusia yang kurang berevolusi (paleo Anthropies) yang diperkirakan umurnya sudah ratusan ribu tahun. Tapi apakah mereka itu betul manusia?

Bagaimanapun juga, bukti-bukti ilmiah adalah pasti, mengenai neo-Anthropien, mereka adalah sebelum zaman manusia pertama yang dilukiskan oleh Kitab Kejadian. Dengan begitu maka terdapat kepincangan antara angka-angka yang tersebut dalam Kitab Kejadian mengenai munculnya manusia di atas bumi dengan pengetahuan ilmiah yang sudah pasti di waktu ini.

Penciptaan Alam Menurut Bibel


Sebagai yang telah dikatakan oleh R. P. de Vaux, Kitab Kejadian bermula dengan dua riwayat mengenai penciptaan alam. Oleh karena itu kita perlu menyelidiki kedua riwayat itu secara terpisah untuk mengetahui kesesuaiannya dengan penyeiidikan-penyelidikan ilmiah. 

RIWAYAT PERTAMA 

Riwayat pertama memenuhi fasal I dan ayat-ayat pertama dari fasal II. Riwayat ini merupakan contoh yang sangat menonjol tentang ketidaktepatan ilmiah. Kita perlu melakukan kritik sebaris demi sebaris. Teks yang kita muat di sini adalah teks menurut terjemahan Lembaga Bibel Yerusalem, (Ecole Biblique de Yerusalem). Dalam bahasa Indonesia, diambil dari Al Kitab cetakan Lembaga Alkitab Indonesia tahun 1962. (Rasjidi). 

Fasal 1, ayat 1 dan 2, 

1. "Bahwa pada mula pertama dijadikan Allah akan langit dan bumi. 

2. Maka bumi itu lagi campur baur adanya, yaitu suatu hal yang ketutupan kelam kabut; maka Roh Allah melayang-layang diatas muka air itu." 

Kita dapat menerima bahwa pada tahap bumi belum diciptakan, apa yang kemudian menjadi alam yang kita ketahui sekarang masih tenggelam dalam kegelapan, akan tetapi tersebutnya adanya air pada periode tersebut hanya merupakan alegori (kiasan) belaka mungkin sekali ini adalah terjemahan suatu mitos. Kita akan melihat dalam bagian ketiga dari buku ini bahwa pada tahap permulaan dari terciptanya alam yang terdapat adalah gas. Maka disebutkannya air di situ adalah suatu kekeliruan. 

Ayat 3 sampai 5 

3. "Maka firman Allah: Hendaklah ada terang. Lalu terangpun jadilah. 

4. Maka dilihat Allah akan terang itu baiklah adanya, lalu diceraikan Allah terang itu dengan gelap. 

5. Maka dinamai Allah akan terang itu siang dan akan gelap itu malam. Setelah petang dan pagi, maka itulah hari yang pertama."

Cahaya yang menerangi alam adalah hasil daripada reaksi kompleks yang terjadi pada bintang-bintang. Hal ini akan kita bicarakan pada bagian ketiga daripada buku ini. Pada tahap penciptaan alam yang kita bicarakan sekarang, menurut Bibel, bintang-bintang belum diciptakan, karena sinar di langit baru disebutkan dalam ayat 14 dari Kitab Kejadian, yaitu sebagai ciptaan pada hari keempat, untuk "memisahkan siang daripada malam," "untuk menerangi bumi." Dan ini semua 
betul. Tetapi adalah tidak logis untuk menyebutkan efek (sinar) pada hari pertama, dengan menempatkan penciptaan benda yang menyebabkan sinar (bintang-bintang) tiga hari sesudah itu. Lagipula menempatkan malam dan pagi pada hari pertama adalah alegori (kiasan) semata-mata, karena malam dan pagi sebagai unsur hari tak dapat digambarkan kecuali 
sesudah terwujudnya bumi dan beredarnya di bawah sinar planetnya yaitu matahari. 

Ayat 6 sampai 8 

6. "Maka firman Allah: Hendaklah ada suatu bentangan pada sama tengah air itu supaya diceraikan dengan air. 

7. Maka dijadikan Allah akan bentangan itu serta diceraikanlah air yang di bawah bentangan itu dengan air yang di atas bentangan. Maka jadilah demikian. 

8. Lalu dinamai Allah akan bentangan itu langit. Setelah petang dan pagi, maka itulah hari yang kedua." 

Mitos air diteruskan dalam ayat-ayat tersebut dengan memisahkan air menjadi dua lapisan, di tengahnya adalah langit. Dalam riwayat Banjir Nabi Nuh, langit membiarkan air menanjak, dan air itu kemudian jatuh ke tanah. Gambaran bahwa air terbagi menjadi dua kelompok tak dapat diterima secara ilmiah. 

Ayat 9 sampai 13 

9. "Maka firman Allah: Hendaklah segala air yang di bawah langit itu berhimpun kepada satu tempat, supaya kelihatan yang kekeringan itu; maka jadilah demikian. 

10. Lalu dinamai Allah akan yang kekeringan itu darat, dan akan perhimpunan segala air itu dinamainya laut; maka dilihat Allah itu baiklah adanya. 

11. Maka firman Allah: Hendaklah bumi itu menumbuhkan rumput dan pokok yang berbiji dan pohon yang berbuah-buah dengan tabiatnya yang berbiji dalamnya di atas bumi itu; maka jadilah demikian. 

12. Yaitu ditumbuhkan bumi akan rumput dan pokok yang berbiji dengan tabiatnya dan pohon-pohon yang berbuah-buah yang berbiji dalamnya dengan tabiatnya; maka dilihat Allah itu baiklah adanya

13. Setelah petang dan pagi, maka itulah hari yang ketiga."

Fakta bahwa pada suatu periode dalam sejarah bumi, ketika bumi ini masih tertutup dengan air, terjadi bahwa daratan-daratan mulai muncul, adalah suatu hal yang dapat diterima secara ilmiah. Akan tetapi bahwa pohon yang mengandung biji-biji bermunculan sebelum terciptanya matahari (yang menurut Kitab Kejadian, baru tercipta pada hari keempat), dan juga bahwa siang dan malam silih berganti sebelum terciptanya matahari, hal tersebut sama sekali tak dapat dipertahankan.

Ayat 14 sampai 19

14. "Maka firman Allah: Hendaklah ada beberapa benda terang dalam bentangan langit supaya diceraikannya siang dengan malam dan menjadi tanda dan ketentuan masa dan hari dari tahun.

15. Dan supaya ia itu menjadi benda terang pada bentangan langit akan menerangkan bumi; maka jadilah demikian.

16. Maka dijadikan Allah akan kedua benda terang yang besar itu, yaitu terang yang besar itu akan memerintahkan siang dan terang yang kecil akan memerintahkan malam, dan lagi segala bintang pun.

17. Maka ditaruh Allah akan dia dalam bentangan langit akan memberi terang di atas bumi.

18. Dan akan memerintahkan siang dan malam dan akan menceraikan terang itu dengan gelap maka dilihat Allah itu baik adanya.

19. Setelah petang dan pagi maka itulah hari yang ke empat."

Di sini gambaran yang diberikan oleh pengarang Injil dapat diterima. Satu-satunya kritik yang dapat kita lemparkan terhadap ayat-ayat tersebut adalah tempat dan letaknya dalam hikayat penciptaan alam seluruhnya. Bumi dan bulan telah memisahkan diri daripada matahari; menempatkan penciptaan matahari dan bulan sesudah penciptaan bumi adalah bertentangan dengan hal-hal yang sudah disetujui secara pasti dalam ilmu pengetahuan mengenai tersusunnya alam bintang-bintang.

Ayat 20 sampai 23

20. "Maka firman Allah: Hendaklah dalam segala air itu menggeriak beberapa kejadian yang bernyawa dan yang sulur menyulur, dan hendaklah ada unggas terbang di atas bumi dalam bentangan langit.

21. Maka dijadikan Allah akan ikan raya yang besar-besar dan segala binatang sulur menyulur yang menggeriak dalam air itu tetap dengan tabiatnya, dan segala unggas yang bersayap dengan tabiatnya, maka dilihat Allah itu baik adanya.

22. Maka diberkati Allah akan dia, firmannya: Jadilah biak dan bertambah kamu dan damaikanlah air yang di dalam laut itu dan hendaklah segala unggas itupun bertambah-tambah di atas bumi.

23. Setelah petang dan pagi maka itulah hari yang kelima."

Ayat-ayat tersebut mengandung hal-hal yang tak dapat diterima Timbulnya binatang-binatang, menurut Kitab Kejadian, bermula dengan binatang-binatang laut dan burung-burung. Menurut Bibel, adalah pada hari keesokannya bahwa bumi dihuni oleh binatang-binatang (kita akan melihatnya dalam ayat-ayat selanjutnya);

Sudah terang bahwa asal kehidupan itu dari laut; kita akan membicarakan hal tersebut pada bagian ketiga daripada artikel ini. Setelah adanya kehidupan di laut, daratan dihuni oleh binatang-binatang. Di antara binatang-binatang yang hidup diatas bumi, ada suatu jenis reptil (binatang melata) yang dinamakan pseudo suchiens yang hidup pada periode kedua dan yang dikirakan menjadi asal burung-burung. Beberapa sifat-sifat biologis yang bersamaan menguatkan sangkaan ini. Tetapi binatang-binatang darat tidak disebutkan oleh Kitab Kejadian, kecuali pada hari ke enam, setelah munculnya burung-burung, oleh karena itu maka urutan munculnya binatang darat dan burung-burung tak dapat diterima.

Ayat 24 sampai 31

24. "Maka firman Allah: hendaklah bumi itu mengeluarkan kejadian yang hidup dengan tabiatnya yaitu daripada yang jinak dan yang menjalar dan yang liar, tiap-tiap dengan tabiatnya, maka jadilah demikian.

25. Maka dijadikan Allah akan segala binatang yang liar di atas bumi itu dengan tabiatnya, dan segala binatang yang jinak pun dengan tabiatnya dan segala binatang yang menjalar di atas bumipun dengan tabiatnya, maka dilihat Allah itu baiklah adanya.

26. Maka firman Allah: Baiklah kita menjadikan manusia atas peta dan atas teladan kita supaya diperintahkannya segala ikan yang di dalam laut dan segala unggas yang di udara dan segala binatang yang jinak dan seisi bumi dan segala binatang melata yang menjalar di tanah.

27. Maka dijadikan Allah akan manusia itu atas petanya yaitu atas peta Allah dijadikannya ia, maka dijadikannya mereka itu laki-laki dan perempuan.

28. Maka diberkati Allah akan keduanya serta firmannya kepadanya: berbiaklah dan bertambah-tambahlah kamu dan penuhilah olehmu akan bumi itu dan taklukkanlah dia, dan perintahkanlah segala ikan yang di dalam laut dan segala unggas yang di udara dan segala binatang yang menjalar di atas bumi.

29. Lagi firman Allah: bahwa sesungguhnya Aku telah memberikan kamu segala tumbuh-tumbuhan yang berbiji-biji di atas seluruh muka bumi dan segala pohon yang berbuah dengan berbiji itu akan makananmu.

30. Tetapi akan segala binatang liar yang di bumi dan segala binatang yang menjalar di atas bumi, yang ada nyawa hidup dalamnya, maka Aku mengaruniakan segala tumbuh-tumbuhan yang hijau akan makanannya maka jadilah demikian.

31. Maka dilihat Allah akan tiap-tiap sesuatu yang dijadikannya itu, sesungguhnya amat baiklah adanya. Setelah petang dan pagi, maka itulah hari yang ke enam."

Ini adalah gambaran selesainya penciptaan alam. Dalam gambaran itu pengarang menyebutkan segala makhluk yang hidup yang tidak disebutkan sebelumnya, dan mengingatkan kepada bahan makanan yang bermacam-macam yang diperuntukkan bagi manusia dan binatang.

Kesalahannya, sebagai yang telah kita lihat, adalah dalam menempatkan munculnya binatang-binatang darat sesudah burung-burung. Tetapi munculnya manusia di atas bumi di tempatkan secara benar sesudah munculnya makhluk-makhluk hidup yang lain.

Riwayat penciptaan alam selesai dengan tiga ayat
pertama dari fasal II.

1. "Demikianlah sudah dijadikan langit dan bumi serta dengan segala isinya.

2. Maka pada hari yang ke tujuh setelah sudah disampaikan Allah pekerjaannya yang telah diperbuatnya itu, maka berhentilah ia pada hari yang ke tujuh itu dari pekerjaannya, yang telah diperbuatnya.

3. Maka diberkati Allah akan hari yang ke tujuh itu serta disucikannya karena dalamnya ia berhenti dari pekerjaannya, yang telah diperbuatnya, akan menyempurnakan dia.

4. Maka demikianlah asalnya langit dan bumi pada masa itu dijadikan, tatkala diperbuat Tuhan Allah akan langit dan bumi. "

Ayat mengenai hari ketujuh ini memerlukan komentar:

Pertama mengenai arti kata-kata. Teks tersebut adalah terjemahan dari Lembaga Bibel Yerusalem. Ayat pertama berbunyi: "Demikianlah sudah dijadikan langit dan bumi serta dengan segala isinya." Perkataan terakhir dalam bahasa Perancis terjemahan Lembaga Al Kitab Yerusalem berbunyi "avec toute leur armee,' yang artinya, dengan segala bala tentaranya.

Ayat kedua mengandung kata, berhentilah ia daripada pekerjaannya. Yang dimaksudkan adalah beristirahatlah, sebagai terjemahan Ibrani "chabbat." Dan sampai hari ini, hari Sabtu merupakan hari istirahat bagi orang Yahudi.

Sudah terang bahwa "istirahat" yang dilakukan Tuhan setelah bekerja keras selama enam hari adalah suatu legenda, akan tetapi legenda itu ada tafsirannya. Kita harus ingat bahwa riwayat penciptaan Tuhan yang kita bicarakan di sini berasal dari tradisi sakderdotal atau tradisi pendeta-pendeta, yakni tradisi yang ditulis oleh para pendeta atau juru tulis yang merupakan pewaris spiritual dari Yehezkiel, nabi Bani Israil pada waktu pengasingan di Babylon, pada abad VI SM. Kita mengetahui bahwa para pendeta mengolah versi Yahwist dan Elohist daripada Kitab Kejadian, menyusunnya menurut selera mereka, dan menurut adat kebiasaan mereka yang mementingkan segi hukum sebagai diterangkan oleh R.P. de Vaux. Kita telah membicarakan segi ini pada lain tempat.

Teks Yahwist tentang penciptaan alam adalah lebih tua beberapa abad daripada teks Sakerdotal, dan tidak menyebutkan bahwa Tuhan beristirahat setelah bekerja keras enam hari seperti yang disebut oleh penulis teks Sakerdotal. Penulis teks Sakerdotal membagi waktu penciptaan alam dalam hari-hari yang disamakan dengan hari-hari seminggu yang biasa serta menekankan istirahat hari Sabtu yang mereka rasa harus dipertahankan kepada pengikut-pengikut mereka dengan mengatakan bahwa Tuhanlah yang pertama menghormati hari Sabtu itu. Dengan bertitik tolak dari segi praktis ini, maka riwayat penciptaan alam disajikan dengan logika keagamaan yang semu, yang hasil-hasil penyelidikan ilmiah membuktikannya sebagai khayalan belaka.

Menyelipkan hari ke tujuh (daripada hari-hari satu minggu) dalam tahap-tahap penciptaan alam dengan maksud agar para pengikut agama menghormati hari Sabtu seperti yang dilakukan oleh pengarang sumber Sakerdotal, tak dapat dipertahankan secara ilmiah. Pada waktu sekarang, semua orang tahu bahwa terciptanya alam, termasuk di dalamnya bumi tempat hidup kita telah terjadi dalam tahap waktu yang sangat panjang, yang penyelidikan ilmiah belum dapat memastikan walaupun secara "kurang lebih." Hal ini akan kita bicarakan dalam bagian ketiga daripada buku ini, yakni pada waktu kita membicarakan tentang penciptaan alam menurut Al Qur-an.

Seandainya riwayat penciptaan alam selesai pada malam hari yang ke 6, dan tidak menyebutkan hari ke tujuhatau Sabat waktu Tuhan beristirahat, atau seandainya kita tafsirkan enam hari di Perjanjian Lama itu sebagai enam periode seperti yang tersebut dalam Al Qur-an, riwayat Sakerdotal tetap tak dapat diterima karena urutan periode-periode tersebut sangat kontradiksi dengan dasar-dasar ilmiah yang elementer.

Dengan begitu maka riwayat Sakerdotal merupakan konstruksi imaginatif yang lihay yang mempunyai suatu tujuan, dan tujuan itu bukan untuk memberitahukan suatu kebenaran.

Riwayat kedua tentang penciptaan alam yang termuat dalam Kitab Kejadian sesudah riwayat pertama, dengan tanpa peralihan (transisi) dan tanpa komentar, tidak menjadi sasaran kritik yang dilancarkan terhadap riwayat pertama.

Kita harus ingat bahwa riwayat ini berasal dari periode yang jauh lebih kuno, kira-kira 3 abad. Riwayat ini pendek sekali, akan tetapi membicarakan juga penciptaan manusia dan surga dunia di samping membicarakan penciptaan bumi dan langit secara sangat singkat.
Beginilah bunyinya:

Fasal 2, 4b-7

4. "Maka demikianlah asalnya langit dan bumi pada masa itu dijadikan, tatkala diperbuat Tuhan Allah akan langit dan bumi.

5. Pada masa itulah belum ada tumbuh-tumbuhan di atas bumi dan tiada pokok bertunas di padang, karena belum lagi diturunkan Tuhan Allah hujan kepada bumi dan belum ada orang akan membelakan tanah itu.

6. Melainkan naiklah uap dari bumi serta membasahkan segala tanah itu.

7. Maka dirupakan Tuhan Allah akan manusia itu daripada debu tanah dan dihembuskannya nafas hidup ke lubang hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi suatu nyawa yang hidup adanya."

Itulah; riwayat Yahwist yang terdapat dalam Bibel yang kita miliki sekarang. Apakah riwayat ini yang kemudian ditambah dengan riwayat Sakerdotal, memang dari permulaan adalah sangat singkat? Tak ada orang yang dapat mengatakan bahwa teks Yahwist pernah dipotong, dan tak ada pula orang yang dapat mengatakan bahwa beberapa baris yang kita miliki itu merupakan segala sesuatu yang termuat dalam teks yang lebih kuno daripada Bibel mengenai penciptaan alam.

Sesungguhnya riwayat Yahwist tersebut tidak menyebutkan terbentuknya bumi dan langit. Riwayat tersebut hanya memberi gambaran bahwa ketika Tuhan menciptakan manusia, tak terdapat pohon-pohonan di atas bumi (belum pernah ada hujan), meskipun air yang datang dari dalam bumi menutupi dataran bumi. Teks selanjutnya memberi konfirmasi karena ayat 8 mengatakan: "Maka diperbuat Tuhan Allah pula suatu taman dalam Eden, di sebelah Timur, maka di sanalah ditaruhnya akan manusia yang telah dirupakannya itu." Dengan ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa pohon-pohonan tumbuh pada waktu yang sama dengan diciptakannya manusia. Ini secara ilmiah tidak benar, manusia muncul di atas bumi lama setelah tumbuh-tumbuhan ada, walaupun kita tidak tahu berapa juta tahun perbedaan antara dua kejadian itu.

Itulah satu-satunya kritik yang dapat dilontarkan
kepada teks Yahwist. Dengan tidak mengatakan bahwa manusia diciptakan Tuhan bersamaan dengan diciptakannya alam dan bumi, dua hal yang dikatakan oleh teks Sakerdotal sebagai dua hal yang terjadi dalam satu minggu, teks Yahwist terhindar dari kritik berat yang dilontarkan orang terhadap teks Sakerdotal.

Pengikisan Budaya di Kalangan Remaja

Urang kamari CLBK euy jeung si Marni di sakola -(saya kemarin cinta lama bersemi kembali/CLBK dengan si Marni di sekolah)--

Kalimat itu diucapkan oleh seorang anak sekolah dasar (SD) di tengah perjalanan menuju sekolah bersama teman-temannya. Obrolan yang biasanya diucapkan oleh anak-anak remaja, usia SMA ke atas, namun sekarang sudah banyak anak usia SD yang melakukannya.

Terlepas dari apakah istilah seperti CLBK itu mereka paham maknanya atau tidak, namun serasa tidak pas jika kata-kata itu begitu familier dengan lidah anak ingusan. Anak-anak yang sejatinya penuh dengan suka-cita, tanpa membatasi pergaulan di tengah-tengah sesamanya dengan perasaan yang bukan-bukan, seperti percintaan, permusuhan, atau keributan antar kelompok (geng), sejatinya tidak dahulu mengenal dunia yang belum waktunya, karena tidak sesuai dengan tuntutan tugas kehidupannya.

Rasa cinta yang muncul, berakibat pada cara seseorang memperlakukan teman sepergaulan yang berubah, terutama terhadap lawan jenis. Bila pada usia sebelumnya seorang anak tidak memiliki tuntutan khusus dari teman lawan jenisnya, selain untuk kesenangan yang bernuansa permainan, maka di usia dimana anak sudah menginjak remaja, dia akan menuntut perhatian dan curhatan perasaan yang lebih terhadap lawan jenis dengan disebutnya sebagai pacar.

Remaja akan lebih merasa nyaman bila ada di samping pacarnya, waktunya akan lebih banyak dihabiskan untuk melamun atau pergi berdua. Dalam kondisi ini, anak membutuhkan bimbingan dari orang-orang dewasa di sekitarnya, supaya dapat memahami dengan benar perubahan psikologis yang tengah terjadi dalam fase kehidupannya dan tidak terjerumus pada pergaulan yang salah seperti seks bebas, kumpul kebo atau perilaku menyimpang lainnya.

Sebenarnya perasaan cinta terhadap lawan jenis ini cukup mengganggu diri mereka, diantaranya dapat menyita waktu dan aktivitas. Sekali lagi bimbingan dan perhatian orang tua, guru dan teman di lingkungan pergaulannya sangat dibutuhkan untuk lebih mengarahkan perkembangan kepribadiannya. Namun tidak harus dianggap perubahannya ini sebagai sebuah ancaman, mengingat hal ini merupakan kondisi yang alamiah dan bagian dari fitrah karunia Allah SWT. Tapi, kondisi ini akan lain akibatnya bila terjadi kepada individu yang dalam usia anak-anak.

Penulis yakin, bahwa anak SD seperti yang disebutkan di atas, dia tidak atau belum paham betul dengan istilah CLBK seperti yang diucapkannya, namun karena dunia fantasi dan asosiasinya mendorongnya untuk mencontoh dan menerapkannya dalam pergaulan sehari-hari, dengan anggapan bahwa cara seperti itu lebih trendy dan gaul.

" Bila kondisi hari ini anak muda, bahkan anak usia SD sudah tidak merasa malu untuk mengekspresikan rasa cintanya dengan bahasa dan tindakan yang vulgar, perlu untuk dipertanyakan, ke mana adat dan budaya luhur yang sudah dibangun dan diwariskan oleh pendahulu kita itu sekarang ? "

Fashion of Life Style


Hingar bingar dunia modern dengan industri pakaian telah menggiring manusia pada bentuk pemujaan baru Fashion of Life Style, pakaian untuk menjamin keberlangsungan hidup. Dunia barat dengan lihai menciptakan perangkap sekaligus membuat mesin yang dapat mengirim wanita pada perangkat mereka. Mesin itu adalah jaringan informasi dunia baik media cetak (koran, majalah) maupun elektronik (tv, internet).

Orang Barat memiliki obsesi agar seluruh dunia memakai pakaian dan bergaya hidup yang sama dengan mereka dengan semboyan 3L yaitu life, love, liberty (kehidupan, cinta, dan kebebasan). Jaringan mereka sudah taraf internasional baik dalam bidang fashion maupun media propaganda. Saban hari berbagai stasiun televisi milik Barat mengudara ke seluruh dunia menebar Fashion of Life Style, tak terkecuali negara Arab dan Indonesia yang mayoritas Islam.

Akibatnya bisa ditebak, Indonesia dengan mayoritas penduduknya Islam, tapi ciri Islam tidak kelihatan, kecuali simbol-simbol berupa tempat ibadah. Sementara itu kehidupan kaum muslimahnya jauh dari tuntunan Islam. Berbagai merk pakaian dengan segudang gaya tertentu dapat disaksikan di jalanan. Mereka telah berhasil menjauhkan kaum muslimah dari tuntunan Islam terutama cara berpakaian. Hal ini pernah diramalkan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam.

"Akan ada di kalangan umatku yang melahap bermacam-macam makanan, meneguk bermacam-macam minuman, pakaian dengan rupa-rupa mode dan warna serta banyak bicaranya." (HR. Tabrani dan Imam Abi Dunya).

Ironisnya sebagian besar muslimah di Indonesia bangga dengan pakaian ala barat yang dikenakannya. Padahal kita sudah mafhum nyaris tidak ada satu mode pun yang datang dari Barat yang dapat menyelamatkan aurat wanita. Umumnya buka-bukaan dan cenderung menantang laki-laki untuk menggoda bahkan memperkosanya. Hal ini tidak jauh dari perilaku wanita jaman Jahiliyah dulu ketika mereka bangga dengan ketelanjangannya.

Ash-Shabuny berkata : "Para mufassir berkata; "Adalah wanita Jahiliyah seperti juga wanita Jahiliyah modern kini, lalu lalang di hadapan lelaki dengan dada dan leher terbuka, dua lengannya terjulur, kadang badannya bergerak erotis atau rambutnya terurai untuk mendapatkan perhatian kaum lelaki. Sedangkan wanita muslimah menutupkan khumur mereka ke belakang, maka tinggallah bagian dadanya terbuka, kemudian kaum mu'minat diperhatikan untuk menutup bagian depannya sehingga tidak tampak lagi dan memelihara mereka dari kejahatan."

Wanita Berbeda Dengan Pria


Salah satu sebab mengapa dekadensi moral merajalela adalah berubahnya pola pikir wanita masa kini. Mereka berpikir bahwa dirinya tak berbeda dengan laki-laki mereka menuntut persamaan hak dalam segala hal (emansipasi) melalui gerakan feminisme. Sementara fitrahnya sebagai wanita yang memang berbeda dengan laki-laki jadi terlupakan. Mereka mencoba menyerobot pekerjaan yang jadi hak laki-laki.

Konsep wanita karir sebagai pengejawantahan dari emansipasi sebenarnya cara atau strategi Barat yang notabenenya Yahudi dan Nasrani menghancurkan generasi Islam, sehingga banyak generasi muda Islam dari kalangan wanita tertarik dengan pekerjaan di luar yang glamor.

Namun, betapapun hebat perjuangan feminisme ini, orang toh senantiasa menyadari akan adanya perbedaan-perbedaan yang fundamental antara kaum pria dan wanita. Allah SWT mengingatkan:
"Dan laki-laki itu tidak seperti wanita" (QS. Ali Imran : 36)

Menurut psikolog Kartini Kartono (1989), perbedaan-perbedaan tersebut dinyatakan antara lain sebagai berikut:

1. Betapapun baik dan cemerlangnya intelegensi wanita, namun pada intinya wanita itu hampir-hampir tidak pernah mempunyai interesse menyeluruh pada soal-soal teoritis seperti kaum laki-laki. Hal ini antara lain bertanggung pada struktur otaknya serta misi hidupnya. Jadi, wanita itu pada umumnya lebih tertarik pada hal-hal yang praktis daripada yang teoritis.

2. Kaum wanita itu lebih praktis meminati segi-segi kehidupan konkrit. Misalnya, ia sangat meminati masalah rumah tangga dan kehidupan sehari-hari. Sedangkan kaum pria dan umumnya cuma mempunyai interesse, jika peristiwanya mengandung latar belakang teoritis untuk dipikirkan lebih lanjut. Ringkasnya, wanita lebih dekat pada masalah-masalah kehidupan yang praktis konkrit; sedangkan kaum laki-laki lebih tertarik pada segi-segi kejiwaan yang bersifat abstrak.

3. Wanita pada hakikatnya lebih bersifat heterosentris dan lebih sosial. Karena itu lebih ditonjolkan sifat kesosialan. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: sesuai dengan kodrat alaminya, dan disebabkan oleh banyak mengalami duka-derita lahir batin (terutama waktu melahirkan bayinya), wanita lebih banyak tertarik pada kehidupan orang lain; terutama pada penderitaan orang lain. Karena itu ia senantiasa mencari objek perhatiannya di luar dirinya sendiri, terutama suami dan anak-anaknya, juga berminat pada lingkungannya.
Sebaliknya kaum laki-laki, mereka bersifat lebih egosentris, dan lebih suka berpikir pada hal-hal yang zakelijk. Mereka lebih obyektif dan esensia. Sedang wanita adalah sebaliknya; ia sanggup menyerahkan diri secara total pada partnernya.

4. Wanita lebih banyak mengarah keluar, kepada subyek lain. Pada setiap kecenderungan kewanitaannya, misalnya saja pada caranya bergaya dan berhias, secara primer wanita mengarahkan aktivitasnya keluar. Untuk menarik perhatian pihak lain, terutama sekse lain. Karena itu kebebasan dan suka berhias dalam batas-batas yang normal merupakan bukti bahwa pada dirinya terdapat instelling sosial yang murni feminim dan sehat.

5. Wanita biasanya tidak agresif. Sifatnya lebih pasif, lebih "besorgend", lebih "open", attent, suka melindungi-memelihara-mempertahankan. Ringkasnya bersifat "conserverend", memupuk memelihara dan mengawetkan terhadap barang-barang dan manusia lain. Oleh fungsinya sebagai pemelihara itu wanita dibekali oleh Allah swt. dengan sifat-sifat kelembutan dan keibuan tanpa mementingkan diri sendiri dan tidak mengharapkan balas jasa bagi segala perbuatannya.

6. Menurut Prof. Heymans, perbedaan antara laki-laki dan wanita terletak pada sifat-sifat sekundearitas, emosionalitas dan aktivitas dari fungsi-fungsi kejiwaan. Pada kaum wanita, fungsi sekundaritasnya tidak terletak di bidang intelek akan tetapi pada perasaan.

7. Kebanyakan wanita kurang berminat dan masalah-masalah politik; terlebih-lebih politik yang menggunakan cara-cara licik, munafik, dan kekerasan. Hal ini jelas kurang sesuai dengan nilai-nilai etis dan perasaan halus wanita. Juga di bidang Intelek, kaum wanita lebih banyak menunjukkan tanda-tanda emosionalnya. Karena itu, biasanya wanita memilih bidang dan pekerjaan yang banyak mengandung unsur relasi-emosional dan pembentukan perasaan. Misalnya pekerjaan guru, jururawat, pekerja sosial, bidan, dokter, seni dan lain-lain.

8. Wanita juga sangat peka terhadap nilai-nilai estetis, seni dan keterampilan. Sehubungan dengan perasaan halus dan unsur keibuannya yang penuh kelembutan, pada umumnya wanita kurang berminat kepada pelontaran kritik kritik tajam di bidang politik, kesenian dan kebudayaan. Mereka lebih suka menikmati hasil seni yang "indah" dari ketiga bidang itu.

9. Dalam kehidupan sehari-hari, wanita lebih aktif dan lebih resolut tegas. Di antara kehidupan, kemaluan dan aktivitasnya terdapat persesuaian dan harmonis. Jika seorang wanita sudah memulai sesuatu dan telah memutuskan untuk melakukan sesuatu, ia tidak banyak berbimbang hati melakukan langkah-langkah selanjutnya.

Perbedaan-perbedaan tersebut adalah fitrah agar satu sama lain saling menguatkan. Sementara posisi laki-laki tetap sebagai pemimpin.
Firman Allah swt. :

"Kaum laki-laki itu pemimpin bagi kaum wanita oleh karena itu Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) dan sebagian yang lain (wanita) dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka..." (QS. An-Nisa : 34)

Dari pemaparan di atas jelaslah mengapa banyak kaum wanita yang justru terjerat rayuan dari idiologi lain karena sifatnya yang halus dan kurang memiliki perlindungan yang kokoh untuk mempertahankan diri dari serangan musuh.
Back To Top